Sungai Penuh – Kasus dugaan malpraktik khitanan yang menghebohkan warga Kerinci akhirnya memasuki babak baru. Polisi menetapkan HS (45), seorang tenaga kesehatan di salah satu klinik swasta, sebagai tersangka. Penetapan ini dilakukan setelah penyidik mengumpulkan bukti dan memeriksa sejumlah saksi, termasuk korban dan keluarganya.
Kapolres Kerinci AKBP Patria Yudha Rahadian mengatakan, keputusan tersebut diambil usai gelar perkara pada Senin (11/8/2025).
“HS resmi kami tetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyidikan, keterangan ahli medis, dan bukti yang kami miliki. Yang bersangkutan diduga melakukan tindakan medis tidak sesuai prosedur, sehingga mengakibatkan luka serius pada pasien,” jelasnya.
Kronologi Kejadian
Kasus ini bermula pada awal Juli 2025, ketika orang tua korban, seorang anak laki-laki berusia 9 tahun, membawa anaknya untuk dikhitan di klinik tempat HS bekerja. Namun, usai tindakan, korban mengalami pendarahan hebat dan nyeri luar biasa hingga harus dirawat intensif di rumah sakit.
Keluarga korban yang merasa janggal kemudian melapor ke pihak kepolisian. Dari penyelidikan awal, terungkap bahwa HS bukan dokter, melainkan perawat yang tidak memiliki sertifikat pelatihan khitan modern.

Baca juga: Wawako Azhar Hamzah Hadiri Pengukuhan KONI Provinsi Jambi
Pasal yang Disangkakan
Penyidik menjerat tersangka dengan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan orang lain luka berat, serta Pasal 190 Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
“Kami juga sedang mendalami kemungkinan adanya pelanggaran lain terkait izin praktik dan kelengkapan fasilitas medis di klinik tersebut,” tambah Kapolres.
Respons Keluarga Korban
Pihak keluarga korban menyambut baik langkah tegas kepolisian. Ayah korban, RZ (38), mengaku lega kasus ini mendapat perhatian serius.
“Anak saya masih trauma. Kami berharap pelaku dihukum sesuai aturan supaya kejadian seperti ini tidak terulang,” ucapnya.
Imbauan Kepada Masyarakat
Polres Kerinci mengimbau warga agar lebih selektif memilih tempat pelayanan kesehatan, memastikan tenaga medis memiliki izin resmi, dan prosedur yang dilakukan sesuai standar operasional.
Sementara itu, korban kini sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, meski masih menjalani kontrol rutin untuk pemulihan luka.




