Sungai Penuh – Ratusan warga dari beberapa desa di Kabupaten Kerinci melakukan aksi unjuk rasa menolak kompensasi dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang dinilai tidak sesuai dengan kerugian yang mereka alami. Massa menilai besaran kompensasi hanya Rp5 juta per kepala keluarga (KK) terlalu kecil dan jauh dari ekspektasi.
Aksi yang berlangsung di sekitar lokasi proyek pada Kamis (21/8/2025) itu sempat diwarnai kericuhan. Warga yang tidak puas mencoba menerobos barikade aparat keamanan untuk bertemu langsung dengan pihak manajemen PLTA. Bentrokan kecil tidak terhindarkan, meski akhirnya aparat berhasil menenangkan massa.
Tuntutan Warga: Kompensasi Tidak Adil
Salah seorang perwakilan warga, Andi Saputra, menyebut kompensasi Rp5 juta tidak sebanding dengan dampak sosial-ekonomi yang dialami masyarakat akibat pembangunan PLTA. “Kami kehilangan lahan garapan, sumber air berkurang, dan aktivitas sehari-hari terganggu. Bagaimana bisa hanya diganti Rp5 juta? Itu tidak masuk akal,” ujarnya lantang.
Warga mendesak agar pihak perusahaan melakukan perhitungan ulang atas ganti rugi, terutama bagi mereka yang terdampak langsung oleh pembangunan bendungan dan saluran air.
Sikap Perusahaan
Manajemen PLTA Kerinci melalui pernyataan tertulis menegaskan bahwa kompensasi Rp5 juta adalah hasil kesepakatan awal berdasarkan aturan yang berlaku. Namun, perusahaan juga membuka ruang dialog lebih lanjut dengan perwakilan masyarakat.
“Kami memahami keresahan warga. Perusahaan siap berdiskusi kembali dengan tokoh masyarakat dan pemerintah daerah untuk mencari jalan tengah terbaik,” tulis manajemen.

Baca juga: Tersangka Pencatatan Palsu Bank Jambi Diserahkan Kejari
Pemerintah Daerah Turun Tangan
Bupati Kerinci, Adirozal, yang mendapat laporan langsung dari lapangan, menyampaikan bahwa pemerintah daerah akan memfasilitasi mediasi antara warga dan pihak perusahaan. “Kami tidak ingin persoalan ini berlarut-larut. Aspirasi warga akan kami bawa ke meja perundingan. Harapannya bisa ada keputusan yang adil bagi semua pihak,” ujarnya.
Sementara itu, Kapolres Kerinci menegaskan bahwa aparat akan tetap siaga untuk mengawal keamanan. “Kami prioritaskan pendekatan persuasif, tetapi jika ada tindakan anarkis tentu akan kami tindak,” tegasnya.
Ricuh Jadi Sorotan
Kericuhan yang sempat terjadi membuat beberapa fasilitas proyek rusak ringan, termasuk pagar pembatas yang didorong massa. Aksi saling dorong dengan aparat juga menyebabkan sejumlah warga mengalami luka ringan, namun segera mendapat perawatan.
Situasi berangsur kondusif setelah tokoh masyarakat dan aparat keamanan berhasil menenangkan warga. Meski demikian, massa berjanji akan kembali menggelar aksi jika tuntutan mereka tidak direspons serius dalam waktu dekat.
Harapan Warga
Bagi warga, kompensasi yang layak bukan hanya soal nominal uang, melainkan bentuk penghargaan atas hak mereka yang terdampak pembangunan proyek energi nasional. Mereka berharap pemerintah pusat ikut turun tangan agar ada solusi menyeluruh.
“PLTA ini untuk kepentingan bangsa, kami sadar itu. Tapi jangan sampai rakyat kecil yang dikorbankan,” ujar Siti Rahmah, warga terdampak.
Aksi protes warga Kerinci ini menjadi alarm penting bagi pengelolaan proyek strategis nasional. Tanpa keadilan kompensasi, pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan umum justru bisa memicu konflik sosial yang berkepanjangan.




