Cendera Mata Lapik Koto Dian: Warisan Budaya Minang yang Bertahan dari Masa Depati Hingga Pelaminan
Koto Dian, sebuah nagari di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, menyimpan kekayaan budaya berupa Lapik Koto Dian—sebuah karya seni tradisional yang telah menjadi cendera mata bernilai tinggi. Dari fungsi awalnya sebagai kursi kebesaran Depati (pemimpin adat), kini lapik ini bertransformasi menjadi hiasan pelaminan dan benda seni yang diminati banyak kalangan.
Sejarah Lapik Koto Dian: Simbol Status dan Kekuasaan
Lapik Koto Dian memiliki akar sejarah yang dalam, awalnya dibuat sebagai alas duduk para pemimpin adat di Minangkabau. Beberapa ciri khasnya:
✔ Bahan utama kayu berkualitas seperti kayu surian atau mahoni
✔ Ukiran bermotif alam Minangkabau seperti bunga teratai, pucuk rebung, dan geometris
✔ Fungsi simbolik yang merepresentasikan kewibawaan pemimpin
“Pada masa lalu, hanya kalangan bangsawan dan depati yang boleh menggunakan lapik ini. Ukirannya pun berbeda-beda sesuai strata sosial pemiliknya,” jelas Budayawan Minang, Yusmar Yusuf.
Transformasi Fungsi: Dari Singgasana ke Pelaminan
Seiring perkembangan zaman, Lapik Koto Dian mengalami evolusi fungsi:
🔸 Era 1970-an: Mulai digunakan sebagai alas pelaminan adat Minang
🔸 Era 2000-an: Dikembangkan sebagai cendera mata bernilai seni tinggi
🔸 Kini: Menjadi komoditas ekonomi kreatif andalan Solok
Proses Pembuatan yang Penuh Ketelitian
Pembuatan Lapik Kot Dian tradisional membutuhkan:
⏳ Waktu 1-3 bulan untuk satu buah lapik
✋ Keterampilan tangan dari pengrajin ahli
🎨 Teknik ukir tradisional yang diwariskan turun-temurun
Pengrajin senior, Pak Rizal (60 tahun) mengungkapkan, “Kami masih mempertahankan teknik pahat manual tanpa mesin untuk menjaga orisinalitas.”

Baca juga: 87 Hektar Sawah di Sungai Penuh Gagal Panen, Petani Diminta Gunakan Asuransi
Nilai Ekonomi dan Tantangan Pelestarian
Lapik Kot Dian kini memiliki nilai jual Rp 2-15 juta per buah, tergantung:
-
Tingkat kerumitan ukiran
-
Jenis kayu yang digunakan
-
Ukuran produk
Namun, ada beberapa tantangan pelestarian:
⚠ Keterbatasan regenerasi pengrajin
⚠ Persaingan dengan produk modern
⚠ Kelangkaan bahan baku kayu berkualitas
Upaya Pelestarian oleh Pemerintah dan Komunitas
Berbagai langkah telah dilakukan untuk menjaga kelestarian Lapik Kot Dian:
✅ Pendirian sanggar seni untuk pelatihan generasi muda
✅ Pameran rutin di event budaya Sumatera Barat
✅ Sertifikasi produk sebagai warisan budaya tak benda
Lapik Koto Dian di Masa Kini
Kini, produk ini tidak hanya ditemui di:
💒 Pernikahan adat Minang sebagai alas pelaminan
🏛 Kantor pemerintahan sebagai elemen dekorasi
✈ Oleh-oleh khas Sumatera Barat untuk wisatawan
Kesimpulan
Lapik Kot Dian merupakan bukti nyata kearifan lokal yang mampu beradaptasi dengan zaman. Dari singgasana depati hingga hiasan pelaminan, karya ini tetap mempertahankan nilai filosofis dan estetika budaya Minangkabau.